Aha udah lama tak membaca dan menulis, semoga saya masih
bisa menumpahkan semuanya.
Pada blog ini, sekitar tiga tahun lalu saya menulis tentang
perpisahan, bertepatan dengan momen kelulusan SMP. Pada saat itu, saya hanya
punya bayangan mengawang tentang kehiupan SMA, bagaimana teman-temannya dan
lain lain. Bagaikan halaman dua puluh satu yang begitu penasaran ada apa di
halaman dua-dua.
Saya gak bagus urusan analogi he he.
Dan kini hal yang sama terjadi. Mungkin karena kita memang taku perubahan yang meloncat dari batu nyaman yang satu menuju batu lainnya yang tak kita tahu.
Kini, setiap kali membayangkan mau kuliah, saya sering
bercampur aduk. Saya takut hubungan satu sama lain teman-teman dekat saya di
SMA ini makin lama makin melonggar. Rasanya bahagia ketika terhubung dengan
orang-orang dengan frekuensi yang sama, yang paham bahasa tanpa kata. Menyadari
sesuatu, melirik satu sama lain, lalu tertawa keras bersama. Munafik kalau
dibilang saya tidak mau masing-masing dari kita berubah, karena pasti
kondisinya tak akan sama lagi. Kita tumbuh. Semua akan sibuk dengan urusan
masing-masing, semua akan punya misi besarnya masing-masing dan berupaya
mengejarnya, bersama orang-orang lainnya yang sejalur. Saya sering memerhatikan
orang-orang dewasa, dan hubungan profesional yang mereka jalankan. Hubungan ya
sebatas profesionalisme dalam menjalankan misi bersama.
Saya sering mendengar cerita dari ayah saya, tentang
teman-temannya di masa lampau yang kini sudah banyak yang menghilang. Mungkin
ini soal zaman juga. Tapi di balik cerita yang diulang-ulang itu, tersimpan
pelajaran bahwa semua ini bukan soal memiliki dan membawanya kemana-mana.
Mungkin seperti dedaunan yang dijatuhkan
ke sungai, mereka berada di titik awal yang sama, namun mereka bisa mengalir
dengan begitu berbeda, satu mendahului yang lain, satu tersangkut, dan
sebagainya. Jadi ya, apabila saya nantinya tidak bertemu orang-orang kesayangan
saya lagi atau intensitas nya jauh berkurang, namun serpihan kenangan, sifat-sifat mereka, cara mereka membuat saya merasa, dan melihat dunia, sadar tak
sadar telah membentuk diri saya yang sekarang.
Sebenernya sedih juga, karena
hubungan yang terpintal kuat oleh frekuensi kecocokan yang misterius, serta
putaran waktu yang dihabiskan bersama, akan berubah. Namun poinnya memang itu,
kita harus terus bergerak, membentuk orang-orang baru, dan membiarkan diri kita
terbentuk. Teman lama mungkin sudah pergi, atau tak lagi sama, tapi serpihannya
selalu ada, bersama-sama tumbuh dengan saya melewati hari demi hari, bertemu
dengan serpihan-serpihan lainnya.
Saya sendiri tidak tahu dengan berkata-kata begini
sebenarnya saya sudah benar-benar siap untuk semuanya, atau saya hanya berharap
saya siap. Tapi rasanya ketika semuanya sudah dijalani, tidak semenyakitkan
yang kini dibayangkan. Karena sudah naturenya
kita terus berjalan maju.
Meskipun begitu, saya percaya apabila kita berusaha menjadi orang yang membumi dan rendah hati, seberapa lama pun kita tak bertemu, jiwa kebersamaan yang pernah ada kembali menyala ketika berkumpul dengan kawan lama.