15 Agu 2014

Gelap Terang dalam Berkarya

Akhir-akhir ini kena serangan penyakit mood banget. pengen ngapa-ngapain serasa ada yang narik kaki untuk diam di tempat. Pengin melakukan hal hal kecil yang produktif aja langsung dapet serbuan pikiran yang akhirnya bikin gue balik ke tempat. 

Gairah ngelukis pun serasa kesedot kuat. kanvas cuman terisi karya setengah jadi, sisanya.. kuas basah yang mengering yang menjawab. Mungkin ini akibat dari perasaan gak puas saya selama ini dalam berekspresi. Perlu ditanyain lagi apa itu benar benar hasil ekspresi? Haha! Yang jelas pikiran sering menyerbu kuat ketika berkarya. Masih menanti ketenangan di sekujur tubuh. Karena akhirnya kegiatan ekspresi itu adalah pelepasan semua yang ada di dalam, semuanya bebas menyeruak keluar tanpa resistensi si pembuat. Tubuhnya adalah ruang dimana Hidup mengalir melalui nya.

Ujung ujungnya melukis itu semacam cermin, yang mencoba ngasih tau senimannya sejauh mana ia bisa benar benar tenggelam dalam setiap sapuan kuasnya. Mungkin posisi saya sekarang ini boro boro tenggelam, karena saya masih mencari-cari air nya. Jadi, sapuan yang sesungguhnya harus dilakukan terhadap dirinya sendiri, bukan berakhir di lukisan. Polesan pada lukisan itu semacam refleksi sejauh mana sang seniman itu sendiri sudah memoles dirinya.


Membaca? Juga saya malas. Ada banyak buku yang bisa saya baca, perpustakaan sekolah saya punya begitu banyak koleksi buku hasil karya pemikiran orang-orang hebat. Tapi pikiran ini lagi lagi berkata, bahwa I have enough. saya sudah punya cukup banyak teori untuk dijalani. Dan eksekusi saya sebagai tindak lanjut dari teori itu masih tertinggal jauh. Padahal ujung ujung nya kanvas terbesar manusia, adalah dirinya sendiri. Ketika semua teori dilanjuti sebagai perdebatan pikiran yang berusaha mencari pemecahan pemecahan baru, itu juga bagus. Tapi gak terlalu bagus kalau hanya disitu terus. Harus ada titik dimana ruang praktik dari kebenaran teori itu adalah diri sendiri. Karena ujung ujung nya, tubuh dan kehidupan seisinya itu yang akan merasa dirugikan oleh neraka yang kita ciptakan sendiri atau diuntungkan oleh ketenangan surgawi yang diciptakan manusia itu sendiri pula. 

Selama masa ketika Gandhi sadar dan mulai melakukan aktivitas aktivitas spiritual nya, dia cuman baca satu kitab yang isinya tentang ajaran mencintai dan berbuat kebaikan. Itu doang. Dan dia jadikan dirinya sebagai sosok jelmaan kata-kata dalam buku itu. Dia gak berdebat sama siapa siapa soal buku itu, dia gak sibuk melakukan pembantahan atas kitab kitab lainnya. Dia jalanin, dia merasakan kebenaran itu sendiri, dia bahagia. Dia gak menulis apa apa, orang lain yang menulis buku tentang dia.


Kalo produktivitas gue dalam nulis? Hehe. Sebenernya ada banyak pemahaman pemahaman baru yang bakal menarik banget buat di share. Pikiran kita yang non stop berkata kata itu sebenernya mengandung ide ide yang asik banget, dan umat manusia sudah berhasil menjelmakan gagasan gagasan di kepalanya menjadi berbagai karya. Tapi pergerakan pikiran yang lebih cepat dibandingkan pengaplikasiannya, menjadikan eksistensi manusia itu sendiri jauh ketinggalan canggih dibandingkan pikirannya. Pikirannya sudah ngebahas teori dari A sampai Z balik lagi ke A, muter lagi ke Z. (saking pinternye) tapi dirinya, sebagai tujuan utama dimana teori itu harus ditanamkan, malah baru bergerak dari A ke B. Gagasan gagasan itu perlu mengalir keluar. Makanya : tulisan-tulisan, essay, buku, dan karya manusia lainnya dipilih sebagai jalan paling praktis untuk mengaplikasikan gagasan dan pemikiran di kepalanya dalam bentuk yang cukup kongkrit.

Sayangnya, banyak yang stuck di situ, dan hanya menjadikan mesin tik sebagai penjelmaan akhir pemikirannya. Mesin tik, bukan dirinya. Walaupun ujung ujungnya mungkin mesin tik itu bisa mengantarkan gagasan nya dibaca orang lain dan masuk ke dalam pemikiran-pemikiran orang lain, dan bahkan menghasilkan teori baru, tapi dunia ini gak akan jadi lebih baik kalau semuanya hanya sebatas pemikiran.




Jadi intinya mah, alasan yang membuat saya tidak banyak menulis itu karena saya merasa ada jarak antara diri sendiri dengan hasil tulisan ini. Tulisan tulisan saya merupakan hasil pikiran selama ini berupa gambaran ideal tentang bagaimana manusia seharusnya menjalani hidupnya, sedangkan saya nya sendiri.. hehehe.

Tapi ya ternyata seberapa besar pun jarak antara pemikiran saya dan diri saya sendiri, saya rasa karya sebagai bentuk ekspresi tetap bisa memberikan dua jalur yang saling bertolak belakang. Jalur pertama, karya itu bisa membuat sang seniman semakin menyatu dengan dirinya, atau jalur kedua, si seniman bisa semakin tertinggal oleh pemikirannya, semakin terpisah dirinya, dan ujung ujungnya tersesat di antara karya karyanya.


Jadi sekarang bukan masalah berkarya nya, tapi masalah motif berkarya nya. Jadi selama berkarya pun kalau motif nya untuk menjadikan karya itu media untuk benahin diri, untuk merasakan esensi jiwa diri sendiri, orang bisa menjadikan karya itu sebagai perantara yang menjembati dirinya sendiri.

Menjembatani diri sendiri? Kenapa seolah olah ada dua sosok di dalam diri manusia? Emmm, mungkin karena kita telah mengalami keterpisahan dengan diri sendiri untuk menjadi sosok yang diharapkan dan disenangi orang orang sekitar, mengikuti standar standar penerimaan masyarakat dan berlomba untuk mencapai tangga teratas nya mungkin? Haha semacam semua bayi dari seluruh bangsa dengan bermacam macam paham dan ideologi, jika dikumpulkan dalam satu ruang besar mereka semua kurang lebih sama. Mereka semua tampak menggemaskan dan penuh cinta. Mereka menangis untuk minta makan, tertawa melihat muka kamu (atau nangis), terus ngompol. Sedangkan kalau orang dewasanya dikumpulin, pasti bakal beda. Karena masing masing sudah menelan nilai nilai daerahnya, masing masing sudah memiliki kriteria orang yang patut dibenci dan yang tidak.


Jadi intinya, terus berkarya, karena aktivitas apapun, kalau dilakukan dengan penghayatan yang benar bisa jadi jembatan untuk mengantarkan kita menjadi diri yang lebih “otentik”. Makan, minum, berjalan, nyuci mobil, masak, ngasih makan kucing, apapun. 





3 komentar:

  1. Awesome post

    jadi membandingkan sama diri sendiri dan ternyata dalam beberapa hal ada kesamaannya
    hehehe

    Succes for you and me!

    BalasHapus