30 Des 2014

Tanya

Melayang benak kita
Membayangkan menjadi apa
Gemerlap dunia
Tak henti tebar pesona

Seolah matahari
Terbit bermilyar kali lagi
Menyapa tiap pagi
Hidup serasa abadi

Berita itu datang
Bayangan berhamburan 
Semua kaki menghujam
Dunia seakan tenggelam

Semua sadar
Semua kerdil
Tanya,
Untuk apa kita ada

Jiwa yang pernah ada
Ke mana perginya
Jasad yang pernah menyapa
Di mana isinya



Ahdini I.

29 Des 2014

Hampa Air Peristiwa

Dunia yang hiruk pikuk
Burung terbang, gesekkan sapu
Hembusan napas, denting mangkuk
Pernahkah kau diam menyimak dan terpaku?

Dunia melahirkan dirinya
Lebih cepat dari hitungan detik, sayang
Bayi yang lahir dan haru para nyonya
Yang kini terjadi tak pernah berulang

Semua berlalu
Semua baru

Kita, para manusia
Berjalan angkuh di singgasana
Melangkahi kekayaan peristiwa
Panorama kini, di sekitar kita

Bunyi suara
Tawa bahagia
Senyum hampa
Pencitraan muka
Lelah para pekerja
Wajah yang mendamba

Lensa kamera membekukan semua
Tapi masih kah kita melihat segalanya sebagai nyawa?
Atau kah semua hanya benda?

Apalah arti kelopak yang terbuka
Jika kekosongan lah yang menatapnya

Oleh : Ahdini  Izzatika

27 Des 2014

Cermin dan Mata


Ia berputar mencoba mencari celah untuk keluar. Setidaknya apabila tak seukuran tubuhnya, celah itu bisa menyuguhkannya akan dunia luar, membayar semua kerinduannya akan cemerlang cahaya dan luasnya dunia. Namun tak ada pertanda.

Ia terduduk lesu menyandarkan kepalanya di dinding. Segalanya begitu bisu dan dingin. Rasanya tak hidup. Dinding dinding cermin itu memantulkan belasan bayangannya. Ia terus menatap cermin itu, dan terlelap.

Dalam lelapnya, sebuah memori bermain di kepalanya. Dinding cermin di sekitarnya menarik memori lamanya, tentang dirinya yang punya adiksi mematung di depan kaca. Apakah ia menatap segalanya di dalamnya? Seolah olah begitu. Tapi ia tidak pernah benar benar melihat. Setiap kali refleksinya muncul, serbuan fantasi memproyeksikan diri, semua kata kata saling memantik api dalam gelombang kesenangannya. Ilusi nya dengan lihai menari nari, menyelusup ke dalam alam realita pikirannya. Semakin tinggi kesenangan itu, semakin ia merasa terpisah.

Ada energi yang tersedot menyeruak keluar membuat dirinya, yaitu sang tuan rumah tak berdaya. Sang tamu telah diizinkan masuk mengoyak ngoyak jati diri pemilik. Semakin terpisah dirinya dengan energi, semakin liar dan jelalatan narasi itu bermain, lincah menguraikan semuanya dalam bentuk gambaran sempurna yang menarik tak ada bandingannya. Gambaran tentang bagaimana seharusnya semua terjadi. Tarian sempurna gambaran itu, dan ucapan ucapan manis penuh humor di dalamnya.

Semua mata ditujukan ke arahnya.

Seiring itu, energi itu semakin melepaskan rekatannya dan membuat dirinya semakin kosong kosong dan kosong. Ia tidak mati tapi tidak hidup selama sekian tahun.

Ia terbangun.

Matanya yang berkunang Kembali menatap refleksi dirinya lagi di cermin. Ia mematung disana. Ia coba benar benar lihat refleksi itu. Tanpa imajinasi dan proyeksi apa apa di kepalanya. Ia hanya mencoba untuk melihat dirinya sendiri. sulit untuk berkonsentrasi menghadang kecenderungan timbulnya proyeksi itu, tapi ini harus ia lakukan demi.. Segalanya. 

Ia mematung menatap lurus pantulan wajahnya. Lebih dalam, lebih dalam, lebih dalam, hingga gelombangnya menarik dirinya tanpa sadar mendekat. dua wajah yang sama kini sedang bertatap tatapan sangat dekat. Dipandangi bola matanya. 

Haus yang diiringi pilu.

wajah di cermin itu. Ada bongkahan air mata mengumpul di kelopaknya. Bagaimana bisa sebuah pengkhianatan terjadi terhadap pemilik lama yang hidup dalam tubuh yang sama. 

Ketegangan tubuhnya perlahan lahan surut digantikan oleh kehangatan. 

Ada rasa familiar yang muncul. Meski sudah sering kali ia memandang wajahnya sendiri, tapi ada yang aneh.

baru kali ini ia merasa familiar dengan wajah di cermin itu. 

Kehangatan itu terus menjulur ke seluruh tubuhnya. Kurasakan ada sesuatu yang perlahan kembali ke tempatnya. Energinya perlahan mengisi seisi tubuhnya.

Kaca cermin retak seiring kejadian aneh ini. Energi terus mengaliri dan dingin ruangan perlahan tergantikan oleh kehangatan. Bunyi gemeretak terus mengisi ruangan. Retakan cermin mulai berjatuhan dan seiringan dengan itu, cahaya perlahan menyeruak masuk. Semua retakan itu berhamburan dan berdenting memantul. 

Perlahan lahan, ia membuka kelopak matanya

Untuk pertama kalinya ia melihat.

Benar benar melihat.




-A.I